Tuesday 26 May 2009

JK dan Kebijakan Energi

JK-Wiranto Dinilai Paling Konkret Kembangkan Sektor Energi
Nurseffi Dwi Wahyuni - detikFinance


Foto: dok Detikcom
Jakarta - Pasangan capres dan cawapres mana yang dinilai paling bisa mengembangkan sektor energi ke depan? Di mata pengamat, pasangan JK dan Wiranto ternyata dinilai paling memiliki visi dan misi yang konkret meski masih terlalu pragmatis.

Menurut pengamat perminyakan Kurtubi, Jusuf Kalla dan Wiranto dinilai sebagai pasangan capres dan cawapres yang akan membawa perubahan di sektor energi dan pertambangan. Sedangkan dua capres lainnya, yaitu SBY dan Megawati yang sudah pernah memimpin dinilai telah melakukan kekeliruan pada masa pemerintahannya.

"Yang paling mungkin untuk melakukan perubahan di sektor energi dan pertambangan adalah JK-WIN," jelasnya dalam pesan singkatnya kepada detikFinance, Selasa (26/5/2009).

Menurut Kurtubi, selama masa pemerintahannya, SBY dan Megawati dinilai telah melakukan kekeliruan dalam melakukan pengelolaan energi dan tambang.

"SBY-Boediono dan Megawati-Prabowo masih bisa melakukan perubahan dengan terlebih dahulu mengucapkan 'Istighfar' atas kekeliruan mereka selama ini dalam mengelola energi dan tambang nasional," katanya.

Kurtubi menyarankan agar sebaiknya pengelolaan sumber daya energi dan pertambangan ke depan dikembalikan sesuai pasal 33 UUD 1945. "Pengelolaan yang sekarang sudah jauh menyimpang dari pasal 33," kata Kurtubi.

Kurtubi menyebutkan beberapa contoh penyimpangan yang dilakukan adalah penjualan gas dengan harga murah ke luar negeri yang mengakibatkan negara berpotensi rugi Rp 700 triliun. Harga jual gas tersebut lebih murah daripada harga gas untuk listrik, untuk pabrik pupuk dan bahkan dari gas elpiji 3 kg untuk rakyat miskin.

Begitupun dengan royalti yang diterima negara dari tambang batubara, emas, tembaga, dan sebagainya, Kurtubi menyatakan masih sangat kecil. Selain itu negara juga telah kehilangan kedaulatan atas kekayaan alam migas dan tambang umum. Ia juga menyoroti soal Pertamina sedang dalam proses privatisasi/untuk dijual secara bertahap sesuai Akte Pendiriannya.

"Semua ini harus dirubah atau diakhiri," tandasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute Pri Agung Rakhmanto menyarankan agar kebijakan yang dibuat pemerintah selanjutnya tidak hanya memperlakukan sumber energi sebagai sumber devisa saja. Melainkan perlu ada kebijakan yang mendukung pemenuhan kebutuhan domestik dan tidak export-oriented.

"Serta kebijakan yang tidak selalu mengandalkan mekanisme pasar dalam menyelesaikan masalah-masalah energi. Misalnya dalam pembangunan infrastuktur-infrastruktur energi," ujarnya.

Menurut Pri Agung, untuk mewujudkannya maka SBY-Boediono, mestinya jangan terlalu mengandalkan mekanisme pasar, karena ada hal-hal yang tidak akan terselesaikan tanpa pemerintah terjun langsung. Kebijakan pasangan ini sebagian besar masih sangat normatif dan umum. Bahkan kontradiktif dengan visi yang dicanangkan karena terlalu mengandalkan mekanisme pasar.

"Misal pembangunan infrastruktur-infrastruktur energi," jelasnya.

Sedangkan untuk pasangan JK-WIN, lanjut Pri Agung, kebijakan yang dibuat lebih konkret, ada visi pro domestik, tapi cenderung masih terlalu pragmatis dan menyederhanakan masalah, sehingga secara konseptual belum matang.

"Langkah cepat pemerintahannya semestinya dibarengi konsep politik-ekonomi energi yang lebih matang. Untuk itu, dibutuh Menteri ESDM dan tim yang tahu konsepnya," katanya

Pri Agung menjelaskan visi dan misi pasangan Mega-Prabowo masih parsial dan cenderung hanya menitikberatkan pada pengembangan BBN saja yang juga belum jelas konsepnya. Permasalahan energi yang lain sepertinya belum dikuasai oleh pasangan ini.

"Mereka juga butuh Menteri ESDM dan tim yang tepat untuk lebih bisa menterjemahkan visi kemandirian energi yang diusung dan untuk lebih bisa memetakan persoalan energi yang sesungguhnya. Sehingga bisa lebih konkret dan terukur kebijakan-kebijakannya," papar Pri Agung.

(epi/lih)

No comments:

Post a Comment