Friday 5 June 2009

42 Bank Penerima BLBI Selewengkan Rp 62,6 Trilyun

sumber: http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0006/28/UTAMA/bank01.htm
Rabu, 28 Juni 2000

Audit Investigatif BPKP terhadap BLBI
42 Bank Penerima BLBI Selewengkan Rp 62,6 Trilyun

Jakarta, Kompas

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Arie Soelendro mengakui, dari Rp 63,6 trilyun dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang berhasil ditelusuri, terungkap adanya dana senilai Rp 62,6 trilyun yang diselewengkan oleh 42 bank penerima BLBI.

"Penyelewengan itu memenuhi dua unsur pidana. Pertama, berindikasikan pelanggaran terhadap ketentuan tindak pidana korupsi (TPK). Kedua, pelanggaran terhadap ketentuan tindak pidana perbankan (TPP). Ketiga, yang tidak dikategorikan TPK maupun TPP, tetapi potensial dapat mengoreksi kewajiban yang harus dibayarkan oleh pemerintah terhadap BI," tandas Soelendro dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa (27/6).

Dari jumlah dana BLBI sebesar Rp 144,5 trilyun, ungkapnya, BPKP mendapat tugas untuk menelusuri dana BLBI sejumlah Rp 75 trilyun dari 10 bank beku operasi (BBO) dan 32 bank beku kegiatan usaha (BBKU). Dari dana BLBI sebesar Rp 75 trilyun yang harus ditelusuri oleh BPKP, BPKP hanya berhasil menelusuri penggunaannya sebesar Rp 63,6 trilyun.

Ternyata, dari Rp 63,6 trilyun dana BLBI itu, sebesar Rp 62,6 trilyun atau lebih dari 98 persennya diselewengkan oleh 42 bank penerima BLBI. Sedangkan sisanya yang Rp 11,4 trilyun masih belum jelas data penggunaannya.

Dari total dana BLBI yang dikucurkan sebesar Rp 144,5 trilyun, Rp 75 trilyun ditelusuri oleh BPKP, sedangkan sisanya sebesar Rp 69,5 trilyun ditelusuri oleh BPK, yaitu terhadap BI dan bank dalam likuidasi (BDL).

Ketika Kompas menanyakan bank mana saja di antara 43 BBO dan BBKU yang terkait TPK dan TPP, Soelendro mengaku tak secara spesifik mengetahui datanya.

Begitu juga ketika ditanyakan jumlah selisih angka yang bisa dikoreksi pemerintah atas penerbitan obligasi BLBI kepada BI. "Saya tidak tahu jumlahnya. Ini yang harus dikoordinasikan bersama dengan BPK yang pernah mengaudit kembali neraca awal BI per 31 Desember 1999. Setelah itu baru kita koordinasikan lagi kepada Menteri keuangan," lanjutnya.

Saat ini, menurut Soelendro, BPKP sedang menyusun laporan hasil audit itu. "Kami akan menyelesaikan selambat-lambatnya akhir Juni mendatang," ujarnya.

Di tempat terpisah, Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Seno menyatakan, sekarang ini laporan itu oleh BPK masih dalam tahap penyusunan. "Menurut catatan kami, baru 10 bank yang sudah selesai disusun laporannya oleh tim kami. Padahal tim audit investigatif audit harus memeriksa 48 bank penerima BLBI, yang meliputi lima bank take over (BTO), 15 BDL, 10 BBO, dan 18 BBKU," ujarnya di ruang kerjanya.

Di bagian lain, Soelendro juga mengungkapkan adanya dana nonbudgeter (off-budget) di Ba-dan Urusan Logistik (Bulog) yang sudah dilaporkan kepada Kepala Bulog Rizal Ramli dan Menko Ekuin Kwik Kian Gie.

Berdasarkan audit BPKP, selama kurun 1 Januari 1998 sampai 31 Desember 1999 di Bulog ditemukan penerimaan dana off-budget yang jumlahnya Rp 2,6 trilyun, sedangkan pengeluarannya Rp 2,8 trilyun lebih. Me-nurut rumus arus uang, ungkapnya, harusnya saldonya sekitar Rp 250 milyar. Namun, ternyata saldo awalnya Rp 488,17 milyar.

"Dengan angka itu, kami juga bertanya. Apakah pengeluarannya yang salah, ataukah penerimaannya yang keliru. Sebab, terus terang kami tidak punya data pendukungnya. Sebab, data yang kami buat itu hanya disusun berdasarkan catatan Bulog sendiri, " tambahnya.

Dalam dengar pendapat itu, anggota Dewan juga menanyakan perihal dana sebesar Rp 3,553 milyar yang diterima BPKP dari Bulog. "Harusnya, sebagai auditor, BPKP tidak boleh menerima dana itu apa pun alasannya. Sebab hal itu dapat mempengaruhi hasil audit," kata FX Soemitro (Fraksi PDKB) dan H MS Kaban (Fraksi Reformasi).

Ia mengakui, BPKP memang menerima dana dari Bulog dengan dalih untuk koperasi Karyawan BPKP dan kepentingan audit BPKP lainnya di sejumlah Depot Logistik (Dolog). Namun dana itu sudah dikembalikan kepada Bulog, Oktober 1997.

Soelendro juga mengungkapkan adanya dana Rp 377,09 milyar dari jumlah Rp 2,8 trilyun dana off-budget, yang selama kurun waktu Januari 1998 sampai Desember 1999 telah digunakan, di antaranya diterima untuk koordinasi dengan BPK (Rp 80 juta), koordinasi dengan DPR (Rp 566 juta) dan BPKP (Rp 416 juta). (har)

No comments:

Post a Comment