Saturday 13 June 2009

Tsunami Aceh, JK, Pers, dan Mayat

Ini sisi lain dari tsunami Aceh. Presiden sedang ke Papua ketika bencana besar itu terjadi.


SumbeR: http://jusufkalla.kompasiana.com/2009/06/13/kisah-tsunami-aceh-fahmi-idris-yang-gaptek-dan-fatwa-darurat/#comment-2939
Kisah Tsunami Aceh :Fahmi Idris Yang GAPTEK Dan FATWA DARURAT
Oleh Jusuf Kalla - 13 Juni 2009 - Dibaca 141 Kali -

Saya mengetahui kejadian Tsunami di Aceh Desember 2004 Silam, tepat setengah jam setelah kejadian. Waktu itu saya sedang menghadiri acara Halal Bil Halal Masyarakat Aceh di Jakarta. Pada awalnya saya tidak berpikir kalau kejadiannya sedahsyat itu, yang mana jumlah korban mencapai sampai dengan 200 Ribu Orang. Pada awalnya saya berpikir korban hanya 10 ribu orang. Karena pada saat kejadian tidak ada pihak berwenang yang bisa dihubungi. Gubernurnya sendiri sedang beradadi Jakarta, karena berkasus.

Sementara di Jakarta, kurang pejabat yang berada di tempat. Presiden waktu itu sedang berkunjung ke Papua. Akhirnya saya sebagai wakil Presiden yang saat itu juga masih menjabat sebagai ketua BAKORNAS segera melakukan rapat. Hal pertama yang dilakukan adalah mengutus orang untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana. Maka itu saya mengutus Menteri Perindustrian Fahmi Idris untuk melaporkan kondisi di sana. Saya suruh dia pakai pesawat saya, dan membekali telpon satelit mengingat infrastruktur telekomunikasi sudah luluh lantak di sana.

Hari pertama saudara Fahmi di sana, dia sama sekali tidak melapor. Saya sempat khawatir jangan-jangan sesuatu yang buruk menimpa dia. Entah itu pesawatnya crash landing, atau dia ditangkap sama GAM sudah macam-macam pikiran saya. Barulan nanti pada malam harinya dia menelepon saya melaporkan kondisi yang ada. Saya tanya dia kenapa baru menelepon? jawabnya : saya tidak tau caranya memakai telpon satelit, dari tadi siang saya mecoba untuk melapor cuman saya bingung bagaimana caranya pakai ini barang! . Saya mau marah, tapi saya merasa lucu juga.

Akhirnya setelah mendengar laporan kejadian sebenarnya dari Fahmi Idris, hari kedua saya berangkat menuju Banda Aceh. Ada dua hal penting yang saya lakukan pada saat awal tsunami, yakni mengeluarkan rekomendasi bahwa Aceh terbuka untuk Pers dan Membuat fatwa tentang penanganan korban yang meninggal.

jadi begini ceritanya, waktu saya di Hotel Medan, para wartawan mendatangi saya mereka bilang “pak Jusuf bagaimana ini, kami tidak dibolehkan masuk Aceh untuk meliput!” waktu itu saya berpikir “wah tidak bisa ini, info mengenai Aceh harus dibuka selebar-lebarnya, supaya seluruh dunia tahu apa yang terjadi di sana, dan bantuan internasional akan mengarahkan bantuannya ke Aceh, sebab waktu itu opini dunia mengatakan bahwa Aceh tidak begitu parah keadannya, ini karena kurangnya informasi. Maka dari itu di depan meja Resepsionis memakai kertas logo hotel saya menulis Instruksi kepada Pangdam Iskandar Muda :
“Sekarang Aceh terbuka untuk Pers dan Media -tertanda Wakil Presiden-” saya tanda tangani catatan tersebut dan suruh wartwan foto copy untuk dibagi ke rekan rekan mereka.

Hal lain yang saya lakukan waktu Tsunami Aceh adalah mengeluarkan Fatwa, tentang apakah korban meninggal itu harus dimandikan dulu, atau dibakar. Saat itu masyarakat bingung, karena tidak ada ulama, mereka juga menjadi korban, dan sebagian lagi sedang mengurus keluarganya. Akhirnya saya mengambil inisiatif karena waktu itu pangkat saya yang tertinggi, sebagai wakil Presiden saya mengeluarkan Fatwa, bahwa para korban meninggal bisa langsung dikubur tanpa harus dimandikan dan dikafani.

Jadi itulah sekelumit cerita yang tersisa dari Tsunami Aceh, selain tentunya cerita tentang kesedihan. Dan Alhamdulillah sekarang Aceh sudah jauh lebih maju, berbagai macam infrastruktur sudah dibangun, bahkan lebih bagus dari sebelumbya. Hal inilah yang saya amati ketika berkunjung ke Aceh, baru-baru ini.

No comments:

Post a Comment