Friday 5 June 2009

KPK yang Tidak Tangguh Menghadapi BLBI

sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2008/11/19/brk,20081119-147022,id.html

KPK sangat tangguh untuk kasus lain. Tapi tidak untuk BLBI yang merugikan negara ratusan triliun. Ini berita 19 November 2008. Belum ada hasilnya sampai sekarang hingga Antasari akhirnya ditangkap karena kasus kriminal.


KPK Tunggu Data Bank Penerima BLBI

Rabu, 19 November 2008 | 20:06 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta :Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tunggu penyerahan obligasi rekap terhadap bank pemerintah yang memperoleh dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Selama ini dalam gelar perkara BLBI yang dilakukan KPK, Kejaksaan Agung, Departemen Keuangan dan Bank Indonesia, data yang diserahkan masih seputar 24 bank swasta yang mendapat dana BLBI senilai Rp 144 triliun.


Ketua Komisi, Antasari Azhar, mengatakan selain menunggu data penyaluran dana sebesar Rp 144 triliun, pihaknya juga meminta Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk menyerahkan rekap bon yang diberikan kepada bank pemerintah sebelum merger. “Bank Indonesia menjelaskan kepada kita mereka akan serahkan paling lambat dalam waktu satu minggu," ujar Antasari Azhar usai gelar perkara BLBI, di lobi Gedung KPK, Rabu (19/11) sore.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Mohammad Jasin menyatakan, jumlah dana BLBI yang disalurkan Bank Indonesia saat itu senilai Rp 600 Triliun. Namun hingga saat ini perhatian publik masih terpaku pada dana bantuan BLBI senilai Rp 144 Triliun yang disalurkan kepada 24 Bank Swasta.

"Selama ini BLBI yang diselesaikan di jalur Kepolisian, Kejaksaan dan Departemen Keuangan itu yang Rp 144 triliun. Sedangkan yang Rp 456 triliun tidak disebut-sebut selama ini, nah ini yang akan masuk dalam tahap pembahasan berikutnya," ujar Mohammad Jasin.

Wakil Ketua KPK bidang penindakan, Chandra M. Hamzah menambahkan, dari hasil gelar perkara hari ini KPK sudah mengantugi dua nama obligor penerima Surat Keterangan Lunas (SKL). Menurut Chandra, data salah satu obligor baru dilengkapi Kejaksaan pada gelar perkara Rabu (19/11) ini. Sedangkan pada gelar perkara sebelumnya, Kejaksaan hanya menyerahkan satu data obligor penerima SKL dikarenakan kendala administratif.

"Mengenai SKL, yang terbaru adalah Kejaksaan lengkapi data dari dua obligor, sedangkan yang lain Kejaksaan Agung sedang siapkan, sebab sebelumnya baru ada satu data obligor penerima SKL yang diserahkan dalam gelar perkara sebelumnya," ujar Chandra M. Hamzah.

Hingga saat ini KPK masih mengumpulkan data soal BLBI dari empat pihak. Antasari menegaskan, gelar perkara ini belum masuk pada pembahasan penyelewengan penyaluran dana BLBI. Antasari mencontohkan, soal bagaimana proses pengembalian aset BLBI pada saat sita dilakukan dan apa pengaruhnya terhadap keuangan negara.

"Bagaimana kita bisa melakukan pembahasan penyelewengan apabila data yang kita punya dalam gelar perkara ini belum selesai," ujar Antasari seusai gelar perkara dilakukan.

Gelar perkara yang berlangsung sejak pukul 13.00 WIB hingga 16.30 WIB itu, dihadiri empat pihak, yaitu Kejaksaan Agung yang diwakili Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Muhammad Farella. Dari Departemen Keuangan diwakili Dirjen Kekayaan Negara, Hadiyanto. Sedangkan dari BPPN diwakili mantan Ketua BPPN, Glen Yusuf, Ary Suta, dan Sjafruddin Tumenggung.

Mantan Ketua BPPN Sjafruddin Tumenggung menyatakan, kedatangan BPPN untuk melengkapi data yang diminta oleh KPK. "Kedatangan BPPN hanya menyerahkan sejumlah data yang diperlukan dalam gelar perkara BLBI," ujar Sjafruddin.


Cheta Nilawaty


Sumber: http://www.inilah.com/berita/politik/2008/12/04/66371/blbi-ii-jadi-taruhan-kpk/

Politik
04/12/2008 - 05:58
BLBI II Jadi Taruhan KPK
Ahluwalia
Jusuf Kalla
(inilah.com/Bayu Suta)

INILAH.COM, Jakarta – Wakil Presiden M Jusuf Kalla menegaskan pemerintah memutuskan KPK serius menuntaskan kasus BLBI. Penyelesaian BLBI II harusnya bisa dilakukan dalam rel hukum dan tak digunakan untuk kepentingan politik. Apalagi, untuk mendanai politik.

Tertangkap tangannya jaksa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Urip Tri Gunawan ketika menerima dana dari Artalyta Suryani, orang dekat obligor BLBI, Sjamsul Nursalim, telah mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bergerak mengusut skandal BLBI itu. Mampukah KPK? Jika KPK gagal, kredibilitasnya bakal terjungkal.

Wapres Kalla yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar telah menyatakan bahwa pemerintah memutuskan agar KPK lebih serius menuntaskan secara politik kasus dana BLBI. Kalla juga mendorong KPK untuk melakukan penegakan hukum kepada para obligor nakal.

Kasus BLBI muncul ke permukaan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memaparkan hasil auditnya pada 31 Desember 1999. Laporan itu menyebutkan terdapat penyimpangan penyaluran dana BLBI sebesar Rp 138,4 triliun. Dan terdapat penyimpangan dana BLBI yang diterima oleh 48 bank sebesar Rp 80,24 triliun. Sementara laporan audit kinerja Bank Indonesia per 17 Mei 1999 menyebutkan total BLBI yang telah disalurkan sebesar Rp 164,536 triliun rupiah. Dalam perkembangannya, skandal BLBI itu mencapai Rp 650 triliun .

Sejauh ini, masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia telah menganalisis skandal BLBI II. Kesimpulannya, skandal BLBI II sarat muatan korupsi. Karena itu, KPK bisa mengambil alih skandal BLBI II dari Kejagung.

Skandal BLBI II, terutama pasca-Inpres Nomor 8/2002, merupakan tindak pidana korupsi karena unsur melawan hukum, yakni memperkaya diri atau orang lain atau korporasi dan kerugian negara, telah terpenuhi. Penyelesaian di luar pengadilan juga tidak membuahkan hasil signifikan bagi kepentingan negara.

Selain itu, tidak ada itikad baik dari penerima BLBI, antara lain nilai jaminan jauh lebih rendah dari nilai kewajiban yang seharusnya diselesaikan kepada negara dan tidak kooperatif terhadap pemanggilan Kejagung.

Dalam hal ini, KPK sangat bisa mengambil alih dalam rangka supervisi (Pasal 9 juncto Pasal 8) dan merujuk Pasal 68 Undang Undang Nomor 30/2002 tentang KPK. Tidak ada alasan KPK tidak bisa mengambil alih penanganan skandal BLBI II karena hukum acara pidana Indonesia (Pasal 284 Ayat 1 KUHAP) secara tegas tidak mengakui asas nonretroaktif sepanjang terkait kewenangan menyidik dan menuntut perkara sebelum KUHAP terbentuk.

Wewenang KPK mengambil alih perkara korupsi yang belum selesai penanganannya tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan perubahannya. KPK sendiri sudah menerima sebagian data mengenai BLBI. Data itu akan dijadikan laporan awal untuk mengusut kasus yang diduga merugikan negara ratusan triliun rupiah.

“Sebagian informasi mengenai obligasi rekap sudah kami terima dari Bank Indonesia,” kata Wakil Ketua Bidang Pengawasan KPK, M Jasin.

KPK pada 19 November 2008 menggelar pertemuan dengan Kejaksaan Agung, Departemen Keuangan, dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pertemuan membahas masalah minimnya data yang dimiliki komisi antikorupsi. Komisi juga sudah meminta kepada Bank Indonesia untuk mengirimkan data mengenai kasus ini.

Data itu dapat dijadikan laporan awal bagi komisi untuk mengusut kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Tapi masih ada data yang perlu ditambah.

Hingga saat ini, komisi baru mengantongi data dua obligor. Namun belum diketahui data obligor yang dimiliki komisi itu.

Di masa lalu, Kejaksaan Agung menyatakan belum dapat memberikan data lengkap ke komisi. Hal ini dikarenakan, data-data para obligor sulit dicari dengan berbagai faktor. Salah satunya karena gudang tempat penyimpanan dokumen di kejaksaan terbakar atau bahkan dibakar.

Selama ini kasus bantuan likuiditas ini ditangani oleh Kejaksaan Agung. Namun atas desakan masyarakat, KPK ikut membantu penyelesaian kasus tersebut agar tidak menimbulkan polemik. Siapapun yang menangani, bagi masyarakat banyak, hal terpenting adalah kembalinya dana milik masyarakat itu.

Desakan agar KPK segera mengambilalih kasus BLBI yang ditangani Kejagung kian hari kian menguat menyusul skandal Ayin-Urip yang amat memalukan. Kasus ini membuka borok pejabat peradilan di Tanah Air. [I4]

No comments:

Post a Comment