Friday 5 June 2009

Penerima BLBI Jadi Orang Terkaya Indonesia

Sumber: http://www.beritaindonesia.co.id/cms/edisi-cetak/hukum/92-pr-yang-tak-kunjung-selesai.html

Beberapa nama penerima BLBI yang masuk daftar orang terkaya di Indonesia versi Majalah Globe Asia dan Forbes, adalah Sudono Salim dengan kekayaan US$2,8 miliar, Sukanto Tanoto (US$ 1,3 miliar), Hasjim Djojohadikusumo (US$ 595 juta), Sjamsul Nursalim (US$ 445 juta), Sudwikatmono (US$110 juta), Siti Hardijanti Rukmana (US$ 90 juta). Nama-nama tersebut telah bebas dari kewajiban melunasi BLBI karena telah menerima Surat Keterangan Lunas (SKL).

PR yang Tak Kunjung Selesai

E-mail Print PDF
User Rating: / 0
PoorBest

Pencabutan Inpres No 8 Tahun 2002 merupakan satu-satunya cara untuk bisa menyita aset penerima BLBI yang belum melunasi hutang mereka.

Inpres yang dikeluarkan Presiden Megawati berujung dikeluarkannya Surat Keterangan Lunas (SKL)Sebagian penerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) saat ini telah kembali kaya raya. Ini terbukti dari masuknya nama mereka dalam daftar orang terkaya di Indonesia versi beberapa majalah internasional. Demikian harian Jurnal Nasional mengawali laporannya mengenai kasus BLBI.

Sementara itu, Kompas mengutip laporan Departemen Keuangan, bahwa dari Rp 11,89 triliun dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI yang dikucurkan untuk 16 bank dalam likuidasi, baru Rp 2,96 triliun yang dikembalikan ke kas negara. Hal itu disebabkan rendahnya nilai aset yang diserahkan pemilik saham ke-16 bank itu sehingga tak dapat menutupi kewajiban mereka.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hal itu di Jakarta (18/2), saat memaparkan perkembangan terakhir pengembalian dana BLBI dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR. Hadir dalam kesempatan itu Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom.

Ke-16 bank itu dicabut izin usahanya pada November 1997 akibat terkena imbas krisis moneter. Mereka mengalami tekanan penarikan dana dalam jumlah besar oleh nasabahnya sehingga pemerintah memberikan BLBI. Dana yang dikucurkan kemudian dijadikan pinjaman pemegang saham, yang kini belum tuntas.

Dari 16 bank itu, pemegang saham Bank Andromeda dan Bank Umum Majapahit telah menyelesaikan kewajibannya. Sisanya hingga kini masih dikejar pengembalian BLBI-nya. Ke-14 bank itu adalah Bank Citrahasta Dhanamanunggal, Bank Guna Internasional, Bank Harapan Sentosa, Bank Kosagraha Semesta Sejahtera, Bank Mataram Dhanarta, Bank Pasific, Bank Sejahtera Bank Umum, South East Bank Asia, Bank Anrico, Bank Dwipa Semesta, Astria Raya Bank, Bank Industri, Bank Jakarta, dan Bank Pinaesaan.

Menurut Sri Mulyani, sejak krisis moneter mendera perbankan nasional tahun 1997, pemerintah membentuk Tim Likuidasi. Namun, hingga Juni 2004, bank itu belum dapat melunasi kewajiban BLBI-nya. Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2006 menyarankan agar pemerintah dan BI mengambil langkah konkret untuk menarik sisa aset yang masih tersisa dari bank yang dilikuidasi sebagai pembayaran kewajibannya. Pemegang saham 10 dari 14 bank yang dilikuidasi itu menyepakati penyerahan aset sebagai bagian dari penyelesaian BLBI melalui penandatanganan berita acara serah terima (BAST) aset.

Nilai buku seluruh aset 10 bank yang masuk dalam BAST mencapai Rp 3,67 triliun. Aset itu meliputi aset kredit (piutang), aset tetap, surat berharga, hingga barang jaminan diambil alih. “Tim Likuidasi baru menyerahkan data tentang delapan dari 10 bank yang menandatangani BAST itu Maret 2007, satu bank lainnya di Juni 2007, dan satu bank terakhir pada Januari 2008,” ujar Menkeu.

Orang Terkaya
Beberapa nama penerima BLBI yang masuk daftar orang terkaya di Indonesia versi Majalah Globe Asia dan Forbes, adalah Sudono Salim dengan kekayaan US$2,8 miliar, Sukanto Tanoto (US$ 1,3 miliar), Hasjim Djojohadikusumo (US$ 595 juta), Sjamsul Nursalim (US$ 445 juta), Sudwikatmono (US$110 juta), Siti Hardijanti Rukmana (US$ 90 juta). Nama-nama tersebut telah bebas dari kewajiban melunasi BLBI karena telah menerima Surat Keterangan Lunas (SKL).

Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Marwan Batubara yang merupakan salah satu penulis buku Skandal BLBI: Ramai-Ramai Merampok Negara, mengatakan pencabutan Inpres No 8 Tahun 2002 merupakan satu-satunya cara untuk bisa menyita aset penerima BLBI yang belum melunasi hutang mereka. Inpres yang dikeluarkan Presiden Megawati pada 30 Desember 2002 ini berujung dikeluarkannya Surat Keterangan Lunas (SKL) pada debitur yang telah menyelesaikan kewajiban pemegang saham.

Akibatnya, sedikitnya 10 tersangka korupsi BLBI yang tengah ditangani Kejaksaan agung dihentikan proses penyidikannya (SP3). Padahal, para tersangka kasus BLBI telah melakukan tindak pidana dengan menggunakan BLBI di luar ketentuan.

Sementara itu, Presiden PKS Tifatul Sembiring mengemukakan dugaan adanya permainan di tingkat elit yang menyebabkan kasus tersebut terkatung-katung. Karena itu dia mengharapkan ketegasan Kejaksaan Agung untuk menyelesaikan kasus tersebut. Perlunya penuntasan kasus itu, menurut dia, karena banyak penjahat BLBI yang belum tersentuh tangan hukum. RH (BI 55)

No comments:

Post a Comment